Wednesday, May 29, 2013

GALAMEDIA Ulasan FTI Award

Minggu, 29 Januari 2012
Ferry Curtis
Sebuah Penghargaan buat Saini K.M.

SEKALIPUN hanya membawakan dua buah lagu, Ferry Curtis tampil memenuhi rasa penasaran dan dahaga para pengemar lagu-lagu balada. Rabu malam lalu, Ferry Curtis tampil sederhana bersama teman-temannya di Teater Tertutup Taman Budaya Jabar.

Dua lagu yang dibawakan Ferry Curtis and Friends merupakan persembahan dan penghargaan bagi teaterawan Kota Bandung, Prof. Dr. Saini K.M. yang malam itu mendapat penghargaan FTI Award dari Federasi Teater Indonesia (FTI). Bahkan lagu yang kedua, yakni "Rumah Cermin" merupakan puisi karya Saini K.M. Puisi itu kemudian dimusikalisasi Ferry sehingga menghasilkan lagu yang menyentuh hati. Saini K.M. yang duduk di deretan kursi VIP pun tak kuasa menahan haru.

Penggemar lagu balada dan teater begitu mendengar Ferry melantunkan "Rumah Cermin", tak ada satu pun yang gaduh maupun tepuk tangan. Mereka mencoba menyimak kata demi kata puisi "Rumah Cermin" yang dinyanyikan Ferry dengan penuh perasaan. Ferry begitu menghormati Saini K.M., bukan hanya sebagai guru, tapi juga orangtua dan teman untuk mengadu maupun berkeluh kesah. Ungkapan rasa hormat pun dilakukan Ferry dengan menghampiri Saini K.M. yang duduk di deretan bangku VIP sambil mengajaknya bernyanyi.

Puisi yang ditulis Saini K.M. tahun 1971, menggambarkan kegelisahan manusia sekalipun sudah mempunyai rumah sendiri. Namun rumah pun tidak bisa dijadikan sebagai tempat yang aman untuk bersembunyi maupun beraktivitas, selalu saja ada yang mengintai, seperti tertulis:

//Sebuah rumah cermin dan kita terperangkap di dalamnya/Sosok dan wajah pecah bertabur dalam bingkai/dan warna beribu kaca. Janganlah bertanya/karena kata-kata pun berubah arti/layu bagai bunga//.

Rumah dimaknai sebagai persoalan yang dihadapi manusia untuk bisa hidup, memakai bahasa, mencari bentuk, perubahan-perubahan arti. Saini K.M. meloloskan diri dari konsep rumah yang biasa hadir dalam puisi-puisi penyair Indonesia modern meski tidak memberi pengaruh besar dalam pemaknaan wacana rumah.

Nasionalisme

Sedangkan pada lagu pertama yang dibawakan Ferry berjudul "Anak Kecil Kehilangan Bendera" yang dibuatnya sendiri tahun 2004 saat melakukan perjalanan laut dari Pulau Jawa ke Sulawesi.

Lagu yang menggambarkan hilangnya rasa kebangsaan dan nasionalisme di sebagian masyarakat Indonesia. Bendera merah putih yang merupakan bendera negara Indonesia sepertinya sudah tidak dihargai, kalah oleh warna bendera negara lain. Dengan dua lagu ini, Ferry pun mengajak para penonton yang hadir untuk menggelorakan kembali rasa nasionalisme.

Musik balada sengaja dipilih, karena identik dengan kebersahajaan. Musisi balada jarang sekali yang narsis. Mereka bisa bernyanyi di mana saja. Tanpa harus berpikir dapat honor atau tidak. Hampir semua episode akhir hidup seorang musisi balada dikhidmatkan untuk kemanusiaan.

"Tengok saja Franky Sahilatua. Sisi kebangsaan kita digugah. Intinya, bagaimana negeri ini berkeadilan," ujar Ferry. Ferry juga berbicara tentang nasionalisme dan nilai-nilai kebangsaan yang memudar, hingga pendidikan yang makin tak terjangkau bagi si papa. "Pendidikan kita tidak berkeadilan, rata-rata hanya melayani si kaya. Si papa susah mendapat pendidikan yang berkualitas. Mereka hanya menawarkan angkaangka. Sekolah susah, makan susah, kehidupan begitu keras. Akhirnya, bangsa ini hanya melahirkan para kriminal," pungkas Ferry.
(kiki kurnia/"GM")**

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.